Assalamu'alaikum wr wb..
“Yang membedakan orang normal dan orang yang mengalami gangguan jiwa, hanyalah
rasa malu,” begitulah kira-kira statement yang pernah diutarakan salah seorang
dosen saat perkuliahan mata ajar tertentu (karena penulis lupa,hee) di kampus
Keperawatan yang membuat penulis terperangah dalam senyum semu.
Kira-kira
apa yang terbayangkan saat mendengar statement tersebut? Ada yang merasa
tersinggung, nggak? Hehe..
Iseng
penulis tulis pernyataan beliau di awal, karena sesuai dengan pembahasan yang
akan coba penulis paparkan di tulisan sederhana ini, tulisan yang berusaha
merangsang agar suatu pemikiran positif keluar, khusus untuk para akhwat
fillah.
Malu,
sesuatu yang sudah sangat jarang ditemukan di negeri kita. Kenapa? Karena
kegiatan maksiat yang makin membudaya di Negara kita makin lama makin ramai.
Para misionaris sedang gencar-gencarnya melakukan serangan untuk memblokade dan
membelokkan aqidah kita. Kata-kata seperti ‘atas
nama SENI, HAM, bebas berekspresi, dan demokrasi’ sudah menjadi maskot bagi
para umat yang tidak tau malu tersebut. Senada dengan sabda Rasulullah bahwa
apabila telah hilang rasa malu, lakukanlah sesukamu!
Akhwat
fillah. Sungguh disayangkan kalau kita sekarang juga ikut-ikutan budaya
jahiliyah mereka. Mengatasnamakan seni, yang kemudian mendukung dan
meproklamasikan kecintaan kita terhadap selebritis pemuja setan,
mengatasnamakan HAM sebagai dalil untuk mengubah suatu yang haram menjadi
halal, mengatasnamakan bebasnya dalam berekspresi hingga mengumbar aurat kemana
saja, mengatasnamakan demokrasi hingga tak tau tata cara dan etika berbicara.
Astaghfirullah.
Inikah
akhlak seorang akhwat? Inikah akhlak seorang muslimah? Inikah seorang yang
shalihah? TIDAK!
Akhwat
fillah.. sesungguhnya ketegasan untuk menolak sesuatu yang bertentangan dengan
Islam itu perlu. Tegas yang tidak berarti harus keras dan kasar. Tetapi tegas
yang terang dan nyata, jelas dan pasti.
Terkait
dengan judul yang diambil, penulis mengutip satu kata dari 10 ‘L’ yang pernah diutarakan oleh seorang
dosen biokimia : Lemah, letih, lelah, lesu, lunglai, loyo, letoi, dan ‘3 L’
yang lain (maaf, tak usah disebutkan).
Letoi
(letoy) menurut KBBI offline artinya
lemah karena lelah. Loh, jadi apa hubungannya dengan pernyataan penulis tadi di
atas? Sabar-sabar.. Sebelum kita mengupas lebih lanjut lagi, alangkah indahnya
jika antuna semua mempersiapkan fisik dan mental, jiwa dan raga, serta
keluhuran dalam berfikir dan berkarya.(loh apa kaitannya?) Afwan, bukan lebay
dan asal bicara, ini penting lebih dari sekedar makan sate kambing! (hati-hati
daging kambing, bisa mengakibatkan hipertensi)
Oke,
kita kembali. Umm, tadi sampai mana ya?...
Oh
iya, afwan. Membahas lebih lanjut tentang malu, tegas dan letoy, dan itu
merupakan kata kunci yang tersurat dalam beberapa paragraf awal di atas.
Akhwat
fillah, penulis pernah menemui diskusi yang dilakukan oleh sekelompok akhwat
diteras kosnya, masalah ‘CINTA’ (Ce-I-En-Te-A).
Diskusi ini cukup menarik, diawali oleh pertanyaan seorang akhwat pada akhwat
yang lain. Kira-kira begini ringkasnya :
A : “Eh, anti pernah pacaran nggak?”
B
: “Eee pernah..”
A : “Dia nembaknya gimana?”
B : “wah, kenapa nih nanya-nanya?”
Kemudian akhwat si C
menimpali : “Wah, ana belum pernah pacaran nih!”
A : “Ana juga belum pernah.”
B : “Hmm, oke, ana akan sedikit
curcol”
A : “apa tuh Curcol?”
C : “Curhat colongan..!!”(#gubrak!)
Si B bersemangat
menceritakan pengalaman jahilnya itu dari awal sampai akhir. Si A,C, D dan E
(kebetulan mereka ada berlima waktu itu) mendengarkan dengan seksama sambil
sekali-kali mencandai salah seorang diantara mereka. Di akhir cerita, si B
memberikan sedikit hikmah akan kisahnya tersebut, sampai kepada alasan dia
tidak mau pacaran lagi.
B : “ Ooh gitu, sekarang nggak mau
pacaran lagi ya? Mau langsung nikah aja?”
A : “iya dong, InsyaAllah.”
C : “oya, aku mau naya nih beberapa
pertanyaan”
B : “wah menarik nih, ayo kita
sharing dan diskusikan.”
A : “aku juga mau nanya..!”
Si A dan Si C bertanya
banyak masalah cinta dan hubungan antara ikhwan wal akhwat. Ada pula yang
bertanya tentang solusi Islam dalam menyelasaikan permasalah cinta di usia
dini.
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut sungguh menggugah semangat si B untuk menjawab. Dia mencoba memberikan
pengertian tentang Cinta dalam Islam, tentang batasan pergaulan antara ikhwan
dan akhwat, solusi cinta dalam Islam, juga terkait masalah-masalah jilbab,
khimar, dan akhlak muslimah yang mulanya dipancing oleh akhwat D. Akhwat B berusaha menjelaskan, sesuai
pengetahuan yang didapat. InsyaAllah tidak melebihkan dan mengurangkan.
“Sebisanya, sederhana, tapi harus kena!” prinsipnya.
B : “kita memang tidak bisa
menyalahkan cinta, cukup wajar akan datangnya cinta. Untuk sekarang-sekarang
ini, ana-pun bisa jatuh cinta pada seorang ikhwan, namun dalam batasan. Cukup
simpan dalam hati dan sampaikan pada Allah, berdoa sama Allah “ya Allah, jika
memang dia jodohku mudahkanlah, jika tidak maka gantilah dengan yang lebih
baik.” Kadang kita juga susah kan menghindari pergaulan dengan para ikhwan,
masalahnya ada yang pernah mengatakan kalau mau cerita atau curhat-curhat gitu
enakan sama ikhwan, karena dia berpikir sama logika, beda kalo sama cewek
bawaannya perasaan terus.
Nah, kalo udah sering
curhat-curhatan, bercanda sama dia, sms-an, berduaan ngobrol dan berbagai hal
yang dilakukan sama ikhwan dikhawatirkan akan timbul gejolak-gejolak hati (VMJ).
Yang mana cinta itukan bermula dari kebiasaan. Kalo Cuma PP (pandangan pertama)
paling akan menimbulkan rasa kagum biasa, yang masih bisa dijelaskan dengan
kata-kata. Nah kalo cinta katanya, sudah nggak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Jadi inilah solusi Islam bagi orang yang terkena cinta. Sesuai hadits
Rasulullah,”tidak ada jalan bagi dua orang yang saling mencintai kecuali
menikah!”
Namun banyak juga kan
nih, mengartikan pernikahan itu adalah sebuah hasil dari berbagai proses
kehidupan yang telah kita jalani, sehingga umpamanya pernikahan itu adalah
sebuah hasil akhir yang harus dinikmati. Bukan sebagai ibadah dan media dakwah
untuk memulai suatu proses yang baru. Banyak kok di zaman Rasulullah yang nikah
muda. Kalo sekarang beralasan belum siap dan sebagainya, perlu hati-hati. Namun
penulis tidak menyalahkan kalo mau berprestasi dulu baru menikah. ‘Umar ibn
Khattab juga pernah bilang, bawha hanya ada dua kemungkinan bagi ikhwan yang
tidak mau menikah : diragukan kejantanannya atau banyak maksiat!
Kemudian jilbab, sesuai
pertanyaan yang dilontarkan oleh si C juga, bahwa buat apa sih berjilbab dan
berkerudung namun kelakuan dan akhlaknya buruk, sehingga lebih terlihat munafik
dan seolah pakaian itu hanyalah untuk menutup aib. Menurut ana, kalau akhlaknya
dan kelakuan buruk namun tidak berjilbab itu lebih buruk lagi. Bukankah Allah
telah memerintahkan untuk menutup aurat?
Yang berjilbab, itu
karena mereka senang berjilbab dan berkerudung. Bukankah Rasulullah pernah
bersabda bahwasanya seseorang itu akan bersama orang yang dicintainya di surga.
Nah mungkin saja yang berjilbab tersebut sebenarnya senang dengan orang-orang
shalihah yang juga berjilbab dan memakai khimar (kerudung). Coba lihat orang
non muslim. Mereka banyak kok yang baik hati, mereka suka menolong, namun
mereka tidak berjilbab dan berkerudung. Nah, muslim yang tidak berjilbab dan
berkerudung berarti ikut-ikutan orang kafir dong, jadi siapa yang munafik?
Ingin berjilbab dan
berkerudung nggak harus menunggu kelakuan baik dulu, karena sesungguhnya kalau
mereka ikhlas karena Allah, InsyaAllah jilbab dan kerudung menjauhkan mereka
dari perbuatan sia-sia.”
Hmm,
kira-kira begitulah secuil penjelasan si B yang sudah penulis kutip dan juga direvisi
sedikit, agar terlihat lebih rapi, dan hikmahnya bisa diterawang langsung oleh
akhwat fillah semuanya.
Diskusi
yang penulis tampilkan disini sedikit banyaknya memberi pencerahan bagi kita
bahwa tegas pada diri sendiri itu perlu. Karena ia dulu sempat mengecap asam
manisnya medan jahiliyah, jadi ia sudah tau gimana rasanya mengarungi samudera
gelap. ‘Umar bin Khattab’ sendiri pernah bilang,”Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu persatu, manakala di
dalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal jahiliyah.”
Tetapi
ukhtuna, itu tidak berarti agar antuna sengaja terjun ke medan itu, dengan
embel-embel perkataan ‘Umar di atas. Itukan sebenarnya dimaksudkan kepada orang
yang di awal memang tidak tahu menahu soal Islam. Hehe.
Medan
itu ibarat lumpur hisap, kalau tak ada yang menarik dan menolong, tertelanlah
Ia kedalamnya. Jadi, bersyukurlah bagi akhwat B yang masih ditolong Allah. Andai
saat itu si B tidak pernah berdoa pada Allah, mungkin Allah akan sengaja untuk
menyesatkan hatinya, menulikan telinganya, dan membuatakn matanya. Wallahu
a’lam.
Akhwat
fillah, beranikanlah dan tegaskanlah dirimu untuk berkata ‘TIDAk’ pada cinta
tak halal yang ditawarkan oleh seorang ikhwan. Katakan ‘TIDAK’ untuk harapan
semu yang disiratkan oleh tatapan nafsu sang ikhwan. Katakan ‘TIDAK’ untuk
membalas kata-kata gombal dan rayu sang ikhwan. Katakan ‘TIDAK’ untuk segala
bentuk indah dunia yang ditawarkan setan lewat pesona ikhwan.
Ukhtuna,
dirimu lebih berharga dari sekedar mutiara di lautan. Dirimu lebih berwarna
dari sekedar pelangi yang terhampar panjang di langit sana. Engkau laksana
lukisan paling indah di dunia, perhiasan yang paling berharga dari berbagai
penjuru dunia. Malumu berharga ukhtuna.
Kemuliaan
terpancar dari wajah ayu nan anggunmu, hijablah dirimu wahai ukhtuna yang
disanjung segala rupa. Jangan ragu. Tegaskanlah “aku muslimah, aku berjilbab dan berkerudung, aku menjaga iffah dan
izzah, semata-mata karena mengharap ridho Allah di dunia dan akhirat!”
Akhwat
fillah. Sekarang mari kita tengok sebentar terhadap kemusykilan yang baru-baru
ini terjadi menimpa negeri kita. Dimana sang misionaris Yahudi berusaha
didatangkan ke Indonesia. Mbak ‘Lady Gaga(l)’ mungkin begitu penulis
menyebutnya. Lagi-lagi penulis ingin sedikit membeberkan budaya tidak tau malu
ini untuk antuna sekalian.
Dalam
sebuah jejaring sosial, penulis pernah membaca tulisan dari seorang akhwat
(kemarin berkenaan dengan diadakannya debat hangat di salah satu stasiun
televisi). “Saya memang seorang muslim,
namun saya malu sebagai orang Indonesia, karena adanya orang-orang yang
berkoar-koar atas nama agama!” begitu kira-kira ringkasnya. Penulis
terperanjak dan tersenyum sinis saat itu. Kenapa pada saat jundi-jundi dakwah yang
berusaha menyuarakan kebenaran dianggap hal yang memalukan, bahkan dilontarkan
sendiri oleh saudara seagamanya, Islam? MasyaAllah.
“Dan sesungguhnya dalam Al Quran
ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat.
Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari (dari
kebenaran).” (Al-Israa : 41)
Agaknya
penulis juga heran, disaat orang berkoar-koar atas nama seni, atas nama HAM dan
sebagainya, justru itu dianggap suatu kebenaran yang mutlak berasal dari Tuhan?
Sesungguhnya ia hanya berusaha mencari pembenaran untuk menolak kebenaran yang
hakiki.
“Celakalah
pada hari itu bagi mereka yang mendustakan (kebenaran).” (Al-Mursalat : 15, 19,
24, 28, 34, 37, 40, 45, 47, 49)
Rasulullah juga pernah bersabda,”tidak akan masuk surga, orang yang di dalam
hatinya terdapat sebiji dzarrah dari kesombongan, yaitu menolak kebenaran dan
menganggap rendah orang lain.” Mari bersama-sama untuk merenungkannya!
Akhwat fillah, bahwasanya Allah pernah
berfirman, “Hai orang-orang mukmin, jika kamu
menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu.” (Muhammad : 7). Allahu Akbar..
Janji Allah itu nyata ukhtuna. Dalam
buku ust. Salim A. Fillah yang ketujuh ‘Dalam Dekapan Ukhuwah’, penulis ingin
mengutip perkataan sahabat Rasulullah saw., yang termaktub dalam buku beliau,
yakni ketika Abu Bakr menenangkan Rasulullah waktu hendak perang Badar “Demi Allah, Dia takkan pernah mengingkari
janji-Nya padamu!”
Demi Allah. Jangan Letoy! Jangan lemah
dan lelah dalam memperjuangkan kebenaran. Jangan Letoy dalam menyuarakan
kebenaran. Jangan Letoy menolak kemaksiatan. Jangan Letoy menghadapi beribu
nafsu. Jangan Letoy, ukhtuna.
Penulis mempunyai beberapa sahabat.
Mereka berjuang di jalan Allah, di bawah panji Rasulullah, walau bukan perang
dengan pedang, mereka tetap sebagai mujahid dan mujahidah bagi penulis. Mereka
nggak letoy, saat tugas-tugas dakwah diemban begitu berat. Mereka nggak letoy,
saat amanah bertubi-tubi memenuhi ubun-ubun mereka. Mereka nggak pernah letoy,
saat dihunjam suara-suara pencekal dari berbagai sudut pijakan. Dan insyaAllah
mereka nggak akan pernah letoy sampai mendapat hasil akhir yang dijanjikanNya,
yakni Surga.
Bahkan mereka selalu mendapat
pertolongan dari Allah SWT, ukh. Dimudahkan segala urusan dunia, namun dengan
tetap tidak melupakan amanah-amanahnya. Subhanallah. Mereka saudara-saudari kita,
atas nasab Islam dan Iman.
Ukhtuna, tulisan ini hanya sebagai
penghibur segala gejolak yang berpeluh dalam dada ukhtuna semua. Tulisan ini
hanya sebagai mata kejora untuk menatap betapa semu dunia ini akan kepuasan dan
nikmat sesaat. Tulisan ini hanya sebagai buih-buih motivasi agar ukhtuna dan
penulis sendiri dapat mencapai yang namanya kelezatan iman dan derajat disisi
Allah swt.
“Sesungguhnya
Allah memasukkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam
surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di surga itu mereka diberi
perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah
sutera.” (Al-Hajj : 23)
Semoga bermanfaat.. Wallahu a'lam bish-shawwab..
Wassalamu'alaikum wr wb