Apa yang berbeda kali ini, sungguh banyak yang berbeda.
Kawan, akan ku kisahkan sepenggal perjalananku dari tahun 2013-2014 yang penuh pesona dalam kebimbangan dan fatamorgana.
Di akhir-akhir tahun 2013 dan memasuki awal 2014 perjalananku agak sedikit rumit dan terjal, melewati lembah, sesekali terjerambab pada kolam yang airnya begitu asam, kadang tak sadar aku juga menikmati saat-saat terjebak di lumpur hisap. Ah kawan, benar-benar jika saat itu tak ada sahabat yang melihatku, mungkin aku takkan pernah kembali dan selamanya terjebak pada lumpur itu.
Perjalananku tak hanya sampai disitu kawan, aku sempat memisahkan diri dari rombonganku, entah karena kesombonganku atau sok tahunya aku akan jalan yang benar dimana bisa ku lewati sendiri.
Ternyata kawan, tak seperti yang ku perkirakan, aku sendirian saat itu, tak satupun mengikuti, dalam gelap, dalam sepi, dan anehnya aku menyukai hal itu. Hanya berbekalkan satu lilin, meleleh pula, dan melukai jari-jariku. Di jalan itu ku terus berjalan, hingga akhirnya kakiku terjerat belukar-belukar kejam. Ah, hanya belukar pikirku, ku singkirkan perlahan belukar-belukar tak bersalah itu, hingga ku lihat ke depan, semakin gelap, dan ternyata jalanku telah ditutup oleh belukar dan mencegah cahaya mentari masuk. Lilin yang ku pegang tinggal setengah, aku menyerah, ku matikan lilin, lalu ku dirikan tenda di Antara semak belukar. Aku menikmati saat-saat disana, pikirku akan ada orang yang membawaku dan menolongku lagi, tapi kawan beberapa hari ku terjebak dalam belukar, gelap dan sendiri, tak ada seorangpun yang datang. Aku semakin bingung dan putus asa.
Aku semakin tak nyaman dengan suara-suara burung gagak yang angkuh yang selalu mengganggu istirahatku, walaupun aku bisa bertahan dengan persediaan makanan, tapi ku tetap saja tak tenang karena tak bisa pulang.
Suatu hari aku putuskan untuk mencari jalan keluar sendiri, dengan berbekalkan satu pisau ku potongi belukar yang menutup jalanku itu. Kau tahu, belukar yang ku potong semakin lama semakin berduri dan melukai tangan, kaku dan pelipisku. Sempat ku berfikir hal ini akan sia-sia dan lebih baik aku kembali berbalik mengejar rombongan, tetapi sepertinya sudah terlambat, mereka pasti sudah jauh, yang ada aku hanya akan berjalan sendirian lagi.
Aku menangis dalam gelap, berteriak, dan aku sudah merasa muak. Aku kembali terdiam dan merenung, akankah aku dapat berhasil keluar dari jalan gelap ini. Kembali ku fikirkan hal ini, jika ku keluar, tubuhku akan banyak mendapat luka tapi aku akan pulang dan menemukan cahaya lagi. Jika aku diam saja, tubuhku akan tetap baik-baik saja, namun kan kudapati kesendirian yang gelap lagi.
Entah bisikan gaib darimana, aku beranjak dari tempatku bersandar, ku ambil pisau kecilku kembali, lantas ku potongi lagi belukar yang menutup jalan itu. Aku sudah tak peduli dengan tubuhku, biarkan hancur, yang penting aku bisa menemukan cahaya.
Alhasil, perjuanganku tak sia-sia kawan, belukarnya semakin hilang, cahaya perlahan-lahan masuk melalui celah-celah. Senyum tersimpul, akhirnya aku berhasil.
Segera aku berlari keluar menuju sungai terdekat, ku bersihkan darah-darah yang telah mengguyur tubuh dan bajuku. Yah walau masih berbekas goresan-goresan luka, setidaknya tubuhku lebih bersih dan terasa lebih segar.
Ku lanjutkan perjalanan dengan ransel hitamku, perjalanan kali ini terasa lebih ringan. Namun tiba-tiba aku harus berhenti pada suatu jalan persimpangan. Ada dua jalan disini, yang pertama jalan itu bernama Kebenaran dan yang kedua bernama Kenikmatan. Ah, aku mulai pusing lagi kawan.
Aku sempat terdiam berfikir lama, saat hendak menginjakkan kaki pada jalan kenikmatan, aku tak tahu jalan itu benar atau tidak. Tapi kalau aku menginjak jalan kebenaran, berarti itu memang jalan yang benar dan pasti baik. Tapi ku lihat dari jauh jalan Kebenaran ini tak rata, ada lembah, bukit, semak yang harus dilalui lagi. Sedang di jalan kenikmatan, jalannya lurus, hanya ada beberapa kerikil, pemandangannya indah, tapi kawan jalan kenikmatan tersebut sungguh sunyi, dan sedikit gelap.
Aku bimbang lagi kawan, jalan mana yang harus ku ambil. Setelah berpikir untuk kesekian kalinya, mungkin juga hidayah dari Sang Kuasa, kakiku melangkah begitu saja ke jalan Kebenaran. Ku susuri perlahan, hingga aku bertemu dengan seorang perempuan penduduk sana. Ku tanyakan padanya apakah jalan yang ku ambil ini menurutnya benar-benar ‘Kebenaran’, “iya!” jawabnya simpel dan tersenyum padaku. Sontak aku memeluknya dan melinangkan air mata, bahunya basah, aku tak peduli. Lantas perempuan tadi membawaku ke kediamannya, diobati dan di balutnya luka-luka ku hasil perjuangan kemarin. “Semoga cepat sembuh dan bertemu lagi dengan kawan-kawanmu,” bisiknya. Aku hanya bisa tersenyum bahagia, ya aku memang berniat lagi untuk menemukan rombonganku yang terpisah. Aku berjanji pada Tuhan, padanya dan pada diriku sendiri, aku akan mengikuti alur kebenaran ini, bertemu rombonganku, dan berjalan bersama lagi. Aku takkan sombong lagi kawan, takkan sok tahu lagi, dan takkan meremehkan rombonganku yang dulu telah berusaha menasihati aku.
Kini aku akan pulang, walau ku tahu perjalananku kali ini pun takkan mulus, tapi setidaknya aku punya teman, dalam terang, damai, yang bisa mengobatiku saat aku terluka, atau sekedar memberikan aku sepotong roti. Hehe
Petualanganku belum berakhir sampai disini kawan, jadi jangan sebut ini akhir ^_^
Berangkaaaat~
1 comments:
kerennya blog pian ka.. :3 lajari un pang kyapa nambah gadget nya :(
Posting Komentar